Perempuan merupakan tokoh yang berpengaruh terhadap
perkembangan zaman, karena dibalik para pemimpin Negara terdapat peran
perempuan didalamnya. Menurut Dahlan Iskan, Mantan Menteri BUMN 2012, perempuan merupakan aset umat dan bangsa, tidak mungkin
membangun peradaban umat manusia apabila para perempuan hanya dibiarkan berdiam diri di dapur dan rumah saja.
Hebatnya lagi perempuan menjadi tiang suatu negara, karena maju tidaknya
perempuan di suatu negara akan menjadi tolak ukur negara tersebut. Maka dari
itu, perempuan menjadi salah satu hal yang dikhawatirkan dan diperhatikan saat
ini. Mengapa? Karena di era globalisasi saat ini perempuan seperti kehilangan
kedudukan dan derajatnya, yang sedikit demi sedikit hak perempuan mulai hilang
hingga diabaikan.
Moral bangsa ini mulai
dipertanyakan, dimanakah letak budi pekertinya? Perempuan menjadi objek
pelampiasan dari kemerosotan moral tersebut. Kekerasan terhadap perempuan kerap
terjadi dimana-mana, mulai dari kekerasan fisik hingga kekerasan psikis, dan
yang menjadi aktor utama yang tidak bermoral itu ialah seorang laki-laki, yang
seharusnya mempunyai tanggung jawab untuk melindungi perempuan.
Bentuk kekerasan yang terjadi akan
memberikan dampak yang sangat buruk bagi korban kekerasan tersebut. Seperti
depresi, stress, penderitaan, cacat fisik hingga cacat mental. Dan yang sangat
tragis terkucilnya dilingkungn masyarakat membuat korban perlu perhatian khusus
mengenai kejiwaaannya.
Dalam konteks perlindungan bangsa terhadap korban
kekerasan seksual yang di alami oleh perempuan, khususnya aspek sosial. Terdapat
3 pertanyaan penting yang muncul saat memulai menyusun essay ini. Yang pertama,
siapa yang mau di lindungi? Yang kedua siapa yang melindungi? Yang ketiga
dengan cara apa kita akan melingdungi?
Pada pertanyaan pertama, mengenai siapa yang akan di
lindungi, di landaskan pada pertanyaan besar mengenai siapa itu korban
kekerasan seksual? Apa yang mendefinisikan seorang perempuan menjadi korban
kekerasan seksual? Lalu kami menemukan 15 jenis kekerasan seksual yang dialami
oleh perempuan Indonesia berdasarkan komnas perempuan diantaranya: perkosaan,
intimidasi/ serangan bernuansa seksual termasuk ancaman atau percobaan
perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk
tujuan seksual, prositusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan,
pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, kontrasepsi/strelisasi paksa, penyiksaan
seksual, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, praktik tradisi
bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, kontrol
seksual termasuk aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.
Jenis jenis kekerasan seksual tersebut menunjukkan perempuan
Indonesia tidak di pandang sebagai perempuan yang kuat, perempuan Indonesia
tidak memiliki dasar pertahanan dalam masyarakat yakni nilai dan keseganan.
Kuatnya pengaruh patrialisme (pusat kekuasaan pada laki laki) menyebabka
peranan perempuan dalam sistem masyarakat. berbangsa dan bernegara tidak cukup
kuat dan tidak cukup memberi kontribusi.
Adapaun pandangan masyarakat terhadap korban kekerasan
seksual masih terhitung miring dan tidak terbuka. Karena hal tersebut banyak
dari perempuan korban kekerasan seksual kesulitan dan enggan untuk keluar dari
lingkaran kekerasan seksual tersebut. Korban pelecehan seksual mendapatkan
paradigma dan stereotype dari
masyarakat sehingga mereka takut, malu dan merasa terbatasi.
“kekerasan
seksual berdampak spesifik bagi perempuan. Perempuan korban kekerasan seksual
kerap di bungkam karena mengungkap kekerasan yang ia alami dinilai sebagai aib
bagi diri, keluarga dan komunitasnya. Sebagai simbol kesucian komunitasnya,
perempuan korban kekerasan seksual kerap menjadi pihak yang disalahkan, dituduh
memicu kekerasan tersebut. Karena cara pandang masyarakat tentang simbol
kesucian, korban juga kerap mendapat stigma masyarakat bahwa ia adalah ‘barang
rusak’. Akibatnya, pemulihan korban tidak saja terkait pemindanaan pelaku,
melainkan juga bergantung pada penerimaan dan dukungan keluarga dan lingkungan
sekitarnya.” Di kutip dari: (http://www.komnasperempuan.go.id/lembar-fakta-kekerasan-seksual-upaya-penanganan-komprehensif-dan-dorongan-rancangan-undang-undang-penghapusan-kekerasan-seksual-komnas-perempuan-jakarta-19-september-2016/,
diakses tanggal 15 februari 2017)
Berdasarkan hal
tersebut, diperlukannya satu solusi yang bisa memenuhi kegentingan perlindungan
perempuan dari tindak kekerasan seksual berupa mencegah perliaku kekerasan
seksual terhadapt perempuan dengna menciptakan sosok atau gambaran umum perempuan
indonesia adalah perempuan yang kuat, memberikan kembali kepercayaan diri perempuan
korban pelecehan atau kekerasan seksual, dan membangkitkan peranan penting perempuan
dalam proses pembangunan bangsa.
Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak dapat kita pungkiri
bahwa kekuatan di landasi oleh beberapa
ukuran diantaranya seberapa besar seseorang bisa mempengaruhi lingkungannya
baik dengan kekuasaan, harta maupun ilmu pengetahuan. Dimana kebanyakan
daripada para pelaku pemberi pengaruh tersebut adalah kaum laki laki.
Namun tidak sedikit dari perempuan Indonesia yang mempu
memberi pengaruh dan di pandang sukses oleh seluruh jajaran masyarakat
Indonesia hingga dunia. Seperti, Peggy Hartanto, Heni
Sri Sundani Jaladara, Mesty
Ariotedjo, dll. Perempuan perempuan
tersebut menunjukan besarnya potensi perempuan Indonesia yang tidak kalah saing
dengan potensi pria. Kecerdasan seseorang dan kemampuan seorang manusia dalam
memberikan kontribusi untuk kemajuan bangsa tidak dapat di ukur berdasarka
jenis kelamin. Sayangnya pemikiran seperti ini hanya terjadi di segelintir
tempat dan pada segelintir kelompok masyarakat. Banyak dari masyarakat
Indonesia yang memandang rendah potensi yang dimiliki oleh perempuan hanya
karena jenis kelaminnya saja. Rendahnya kesadaran ini pula lah yang menjadikan perempuan
korban kekerasan seksual tidak mau dan takut untuk melapor pada badan maupun
pihak berwenang.
Untuk mengatasi ketakutan tersebut, maka perlu adanya
tindakan langsung dari sebuah sistem terorganisir yang mampu memenuhi
kegentingngan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan seksual. Dalam hal ini solusi yang mampu di berikan adalah
solusi berupa pencarian, pendekatan, pengawasan dan kontribusi ulang.
Salah satu wujud dari solusinya adalah dengan cara pembentukan
FP (Forum Perempuan) yang bertujuan untuk mencegah
perilaku kekerasan
seksual terhadapt perempuan dengan menciptakan sosok atau gambaran umum perempuan
indonesia adalah perempuan yang kuat, memberikan kembali kepercayaan diri perempuan korban
pelecehan atau kekerasan seksual, dan membangkitkan peranan penting perempuan dalam proses
pembangunan bangsa.
Gerakan ini memfokuskan
diri terhadap perkembangan dan
kemajuan perempuan Indonesia, memperkuat perempuan
Indonesia melalui pemberdayaan
perempuan di era globalisasi mengingat rasio perempuan usia produktif dan rasio
pria usia produktif terhitung seimbang dalam jumlah yang besar
“Hasil proyeksi penduduk
oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2016 ini, jumlah penduduk Indonesia
sebanyak 258 juta orang. Proporsi penduduk ini terdiri dari laki-laki sebanyak
129,98 juta orang dan penduduk dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 128,71
juta orang.” Dikutip dari (http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/24/bonus-demografi-2016-jumlah-penduduk-indonesia-258-juta-orang,
diakses tanggal 15 februari 2016)
Grafik perbandingan usia produktif perempuan dan pria
yang seimbang dalam jumlah yang besar.
Fungsi dari gerakan yang akan
dibuat ini antara lain untuk mendukung pendidikan, usaha dan kerja perempuan di Indonesia, mencari,
membina dan mendukung korban pelecehan seksual,
bekerja sama dengan badan terkait dan pemerintah dalam
upaya rehabilitasi. Dalam gerakan ini terdapat pembinaan melalui pengawasan mental melalui kajian dan diskusi.
Adapun pembicara
yang diundang merupakan
mantan korban kekerasan seksual, perempuan sukses, maupun perempuan menginspirasi.
Dukungan moral terhadap korban perlu dihadirkan dari
pemerintah maupun masyarakat dimana pemerintah mengayomi gerakan atau
organisasi yang mendukung pemberdayaan perempuan khususnya korban kekerasan
seksual. Di samping itu, pandangan masyarakat juga perlu di buka agar dapat
membantu pelaksanaan forum perempuan tersebut. Sehingga paradigma masyarakat
Indonesia mengenai korban kekerasan seksual dapat di ubah dari barang rusak
menjadi perempuan yang masih dapat bersaing di era globalisasi demi
perkembangan dan kemajuan Indonesia.
by:
Arina Dwi Nurani
Gina Yustika